BAHASA INDONESIA
A Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang singkat dan padat tetapi
dapat menyampaikan pesan secara tepat dan dapat dipahami secara tepat Kalimat
efektif menuntut adanya beberapa ketepatan, di antaranya ketepatan pilihan
kata, bentuk kata, pola kalimat, dan makna kalimat. Ketidakefektifan kalimat
dalam surat biasanya disebabkan oleh:
1. Salah nalar
Coba Anda perhatikan contoh di bawah ini.
(a) Pada hari ini saya datang terlambat karena jalannya macet
(b) Saya mohon maaf tidak bisa mengikuti arisan karena tidak
ada waktu.
Kalimat di atas merupakan bagian surat yang sering kita lihat
pada surat pemberitahuan. Jika dilihat selintas memang kalimat di atas tampak
efektif karena mudah kita pahami. Akan tetapi, kalimat tersebut sebenarnya
tidak efektif karena salah nalar. Pada kalimat (a) terdapat frasa jalannya
macet. Di dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI, 1994: 611) kata macet
berarti terhenti atau tidak lancar. Kata terhenti atau frasa
tidak lancar hanya boleh
mengikuti kata yang bermakna ’gerak.’ Sedangkan kata jalan tidak
mengandung makna ’gerak.’ Oleh karena itu, frasa jalanya macet
mengalamai salah nalar, karena kata jalan pada konteks kalimat
tersebut memang tidak pernah bergerak.
Hal yang tidak jauh berbeda juga terjadi pada kalimat (b). Tuhan
telah memberikan waktu kepada kita 24 jam dalam satu hari dan satu malam. Jadi
kalau ia tidak bisa arisan karena tidak ada waktu, berarti terjadi salah nalar.
Kemungkinan yang tidak ada adalah kesempatan, karena setiap orang
memiliki kesempatan yang berbeda-beda.
Dua kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi:
(a) Pada hari ini saya datang terlambat karena lala lintas
macet
(b) Saya mohon maaf tidak bisa mengikuti arisan karena tidak
ada kesempatan untuk datang.
Masih banyak contoh kalimat lain yang salah nalar, misalnya:
(a) Mobil Pak Sanusi mau dijual.
(b) Waktu dan tempat kami persilakan kepada Bapak Rustamaji.
(c) Bola berhasil masuk ke gawang lawan.
Kalimat di atas dapat diperbaiki menjadi:
(a) Mobil Pak Sanusi akan dijual.
(b) Bapak Rustamji kami persilakan.
(c) Ronaldo berhasil memasukkan bola ke gawang lawan.
2. Penggunaan kata depan yang
berlebihan dan tidak tepat
Penggunaan kata depan yang berlebihan di dalam kalimat surat
juga menjadikan kalimat tidak efektif. Coba Anda perhatikan contoh berikut ini.
(a) Perusakan kami maju pesat berkat perkembangan daripada
teknologi informasi.
(b) Kepada yang berminat membeli printer merek epson dapat
menghubungi perusahaan kami.
(c) Jika belum jelas, Anda dapat meminta penjelasan lebih lanjut
ke saya.
Penggunaan kata depan daripada pada kalimat (a)
sangat berlebihan dan tidak tepat. Kata depan daripada berfungsi
untuk membandingkan antara dua kata benda atau frasa benda. Padahal kata depan
daripada pada kalimat (a) tidak berfungsi untuk membandingkan.
Jadi, kalimat di atas dapat diperbaiki sebagai berikut:
(a) Perusakan kami maju pesat berkat perkembangan teknologi
informasi.
(b) Yang berminat membeli printer merek epson dapat menghubungi
perusahaan kami.
(c) Jika belum jelas, Anda dapat meminta penjelasan lebih lanjut
kepada saya.
Contoh penggunaan kata depan daripada yang tepat adalah:
Hidup di desa lebih tenang daripada
hidup di kota.
Tunjangan kesejahteraan guru DKI
Jakarta lebih baik daripada tunjangan kesejahteraan guru dari
daerah lain.
Daripada menjadi gelandangan di DKI Jakarta lebih baik kita mengikuti
transmigrasi ke Kalimantan.
Penggunaan kata depan kepada pada kalimat (b) juga
berlebihan dan tidak tepat. Penggunaan kata depan kepada yang benar adalah
untuk menyatakan ’tempat yang dituju’ dan ditempatkan di muka
objek dalam kalimat yang predikatnya mengandung pengertian ’tertuju
terhadap sesuatu.’
Contoh:
(a) Persoalan itu harus dilaporkan kepada kepala sekolah.
(b) Saya akan meminta bantuan kepada LBH yang ada di
PGRI.
(c) Marilah kita kembali kepada UUD 1945.
Penggunaan kata depan ke pada kalimat (c) tidak
tepat, karena kata depan ke tidak dapat digunakan di depan:
(a) kata ganti (saya, kamu, dan dia),
(b) kata nama diri (Sanusi, Gunawan),
(c) kata nama jabatan (lurah, camat, dan gubernur),
(d) Kata nama kekerabatan ( adik, saudara, dan ibu).
Kata depan ke berfungsi untuk menyatakan ’tempat
tujuan’ dan digunakan di depan kata benda yang menyatakan tempat. Untuk
menyatakan ’tempat yang dituju’ penggunaan kata depan ke akan
lebih cermat apabila diikuti dengan kata yang menunjukkan bagian dari tempat
yang dimaksud. Contoh penggunaan kata depan ke yang tepat.
(a) Ayah pergi ke Makasar.
(b) Saya melihat ke tengah danau.
(c) Perampok itu berlari ke samping mobil kami.
3. Pleonasme (berlebihan/mubazir)
Penggunaan kata yang pleonastis (berlebihan) dapat mempengaruhi
efektivitas kalimat. Coba perhatikan contoh berikut ini.
(a) Produk-produk kami dijamin memuaskan para Bapak-bapak dan
Ibu-ibu.
(b) Harga yang Bapak tawarkan kepada kami sangat murah sekali.
(c) Banyak orang-orang yang telah tertarik terhadap produk perusahaan
kami.
Kata depan para pada kalimat (a) sangat berlebihan
(mubazir). Kata depan para bermakna ’jamak.’ Oleh karena itu,
penggunaan kata depan para jangan diikuti lagi dengan kata yang
bermakna jamak, misalnya bapak-bapak, Ibu-ibu, hadirin,
dan sebagainya. Hal yang senada juga terjadi pada kalimat (c). Kata banyak
seyogyanya tidak diikuti kata jamak (orang-orang).
Penggunaan kata sangat murah sekali pada kalimat
(b) juga pleonastis (berlebihan). Kata sangat sama atau mirip artinya dengan kata
sekali. Oleh karena itu, pergunakan salah satu saja, yakni sangat murah atau
murah sekali.
Jadi, perbaikan kalimat di atas adalah:
(a) Produk-produk kami dijamin memuaskan para Bapak dan Ibu.
(d) Harga yang Bapak tawarkan kepada kami sangat murah.
(e) Banyak orang yang telah tertarik terhadap produk perusahaan
kami
B. Pemilihan kata yang tepat (diksi)
Pilihan kata atau diksi dalam bahasa surat hendaknya tepat agar
tidak menimbulkan konotasi yang lain. Konotasi adalah makna tambahan yang
muncul dari kata tersebut. Makna konotasi muncul akibat penafsiran, perasaan,
dan budaya setiap orang. Konotasi ini akan ditanggapi secara berbeda-beda,
bergantung dari situasi pembacanya. Coba Anda perhatikan contoh berikut ini.
(a) Kami berharap, Bapak dapat bergabung di perusahaan kami.
(b) Saya berharap, Saudara dapat bergabung di perusahaan saya.
Kata kami pada kalimat (a) sebenarnya sama dengan kata saya
pada kalimat (b), yakni prulalis majestatis. Penggunaan kata kami
terasa lebih santun karena tidak menonjolkan diri dibandingkan dengan kata saya.
Begitu pula, penggunaaan kata Bapak terasa lebih terhormat dibandingkan
dengan kata Saudara.
Contoh lain adalah:
(a) Seorang supervisor harus memperhatikan anggota
timnya.
(b) Seorang mandor harus memperhatikan bawahannya.
Kata supervisor dan mandor pada kalimat di atas
pada dasarnya memiliki makna yang sama, pengawas atau pengontrol utama. Akan
tetapi, kata supervisor terasa lebih terhormat daripada kata mandor.
Begitu pula, frasa anggota tim memiliki konotasi lebih baik daripada
kata bawahan.
Contoh lainnya adalah:
Perusahaan kami menerima tenaga kerja wanita dengan syarat
tinggi badan minimal 165 cm, berleher jenjang, dan bertubuh langsing.
Frasa berleher jenjang dan bertubuh langsing pada
kalimat di atas memiliki konotasi yang baik, jika dibandingkan dengan frasa berleher
panjang dan tubuhnya kurus. Oleh karena itu, pemilihan kata atau frasa di
dalam bahasa surat harus benar-benar diperhatikan
C. Penggunaan kata baku
Kata-kata yang digunakan di dalam surat hendakanya kata yang
baku. Kata yang baku adalah kata yang sesuai dengan standar Kamus Besar bahasa
Indonesia. Apabila ternyata kita terpaksa harus menggunakan kata asing karena
belum ada padannya dalam bahasa Indonesia, maka kata tersebut harus dicetak
miring atau digaribawahi. Berikut ini adalah beberapa contoh kata baku dan
tidak baku.
B a k u
|
Tidak baku
|
akta
alpa (tidak hadir)
alternatif
analisis
apotek
banker
beasiswa
biaya
CV
cenderamata
efektif
ekspor
faksimile
faktur
fotokopi
ijazah
izin
jadwal
kabar
kualitas
legalisasi
manajemen
miliar
nomor
November
persen
PT
rezeki
risiko
teladan
utang
vital
|
akte
alfa (tidak hadir)
alternatip
analisa
apotik
bangker
biasiswa
beaya
C.V.
cinderamata
epektif
eksport
faximile
paktur
photokopi
ijasah
ijin
jadual
khabar
kuwalitas
legalisir
management
milyar
nomer
Nopember
prosen
P.T.
rejeki
resiko
tauladan
hutang
fital
|
D. Penggunaan Ejan yang tepat
Penulis surat yang cermat pasti memperhatikan kaidah Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD). Begitu pula sebaliknya, penulis surat yang tidak cermat
biasanya lebih memetingkan isi daripada bahasa. Dalam penulisan surat, baik isi
maupun bahasa harus benar-benar kita perhatikan. Berikut ini adalah beberapa
contoh kalimat dalam surat yang kurang memperhatikan kaidah ejaan.
1. Semoga anda dapat bergabung
dengan perusahaan kami.
2. Setiap hari sabtu perusahaan
kami libur.
3. Surat penawaran ini berasal dari P.T.
Genta Buana Perkasa.
4. Surat ini harus ditanda tangani
oleh direktur perusahaan.
5. Silakan hubungi sub-bagian
tata usaha.
6. Harga gula yang kami tawarkan sebesar
Rp. 8.000,- per kg.
7. Atas perhatiannya, saya
ucapkan terima kasih.
8. Jadwal wawancara dirubah
menjadi tanggal 2 s/d 5 Maret 2006.
9. Direktur perusahaan kita yang baru
adalah seorang sarjana hukum, yakni Dr. Tony SH.
10. Pihak ke-I bertindak sebagai
penjual dan pihak ke-II sebagai pembeli.
Marilah kita cermati penggunaan ejaan yang salah dalam penulisan
kalimat surat di atas.
Penulisan kata anda pada kalimat (1) tidak sesuai
EYD. Kata anda sebagai bentuk sapaan harus diawali dengan huruf kapital, yakni Anda.
Kata sapaan lain adalah Bapak, Ibu, Saudara, dan
sebagainya.
Pada kalimat (2) terdapat nama hari yang penulisannya tidak
tepat karena diawali dengan huruf kecil. Menurut ketentuan EYD, semua nama
hari, nama bulan, dan nama tahun harus diawali dengan huruf kapital. Sebagai
contoh:
Nama hari : Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan
Minggu.
Nama bulan : Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli,
Agustus, September, Oktober, November, dan Desember.
Nama tahun : Masehi, Kabisat, Saka, dan Hijriah.
Pada kalimat (3) terdapat penulisan singkatan huruf awal kata
yang menggunakan tanda titik. Di dalam EYD disebutkan bahwa singkatan yang
terdiri atas huruf awal kata, suku kata atau gabungan keduanya yang terdapat
dalam akronim tidak perlu menggunakan tanda titik. Jadi, penulisan singkatan PT
tidak perlu menggunakan tanda titik, seperti singkatan CV, SMA, MPR, ABRI, dan
sebagainya.
Penulisan kata ’ditanda tangani’ pada kalimat (4)
seharusnya dirangkaikan, yakni ditandatangani. Hal
tersebut karena gabungan kata itu mendapat awalan dan akhiran sekaligus.
Sedangkan pada kalimat (5) terdapat kata ’sub-bagian’ seharusnya subbagian.
Bentuk sub-, semi, non-, dan in- sebagai awalan dari bahasa asing harus
ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Misalnya: semifinal,
nonformal, dan informal.
Penulisan singkatan rupiah pada kalimat (6) tidak perlu
menggunakan tanda titik. Begitu pula penggunakan tanda koma dan setrip di akhir
angka tidak sesuai ketentuan EYD. Contoh penulisan yang tepat adalah Rp
8.000,00 per kg.
Kalimat (7) merupakan kalimat penutup surat yang tidak tepat.
Kata ganti ”–nya” pada kata perhatiannya tidak jelas. Oleh karena itu, kata
ganti-”nya” harus diganti dengan kata nama diri, menjadi: Atas perhatian
Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Pada kalimat (8) terdapat penulisan kata dan singkatan yang
tidak sesuai EYD, yakni kata dirubah dan s/d. Kata dirubah
sebenarnya berasal dari kata dasar ubah, bukan rubah. Oleh karena itu, imbuhan di-
+ ubah menjadi diubah. Adapun singkatan sampai dengan yang benar
adalah s.d. bukan s/d.
Penulisan gelar sarjana hukum
(kalimat (9) adalah S.H. Gelar sarjana hukum ditempatkan di bagian belakang
nama. Penulisan gelar di belakang nama menurut EYD harus diawali dengan tanda
koma. Contoh:
(a) Dr. Tony, S.H.
(b) Sri Mulyani, S.Pd.
(c) Sugiman, B.Sc.
Penulisan ke-I dan ke-II pada kalimat (10) tidak
tepat. Penulisan ke- harus diikuti denggan angka Arab. Apabila
ingin menggunakan angka Romawi maka bentuk ke- tidak perlu
dimunculkan. Misalnya:
(a) Pihak ke-1 dan pihak ke-2.
(b) Pihak I dan pihak II.
0 komentar:
Posting Komentar